Crystal Systems
Arrangements for stacking spheres, each one characterized by a packing efficiency (percentage of total volume occupied by spheres)
1) Simple cubic unit cell
8 atoms define corners – atoms touch along edges, but not along diagonal
Coordination # = 6. 4 in layer, 1 above, 1 below
1 atom/unit cell (1/8 ´ 8 atoms)
2) Body-centered cubic unit cell
8 atoms define corners plus one in center – atoms touch central atom, not each other
Coordination # = 8. 4 above and 4 below.
2 atoms/unit cell (1/8 ´ 8 atoms + 1 atom in center)
3) Face-centered cubic unit cell
8 atoms define corners plus 6 in center of each face – Corner atoms touch face atom, not each other
Coordination # = 12. 4 in layer, 1 above, 1 below, 6 faces
4 atoms/unit cell (1/8 ´ 8 crnr atoms + ½ ´ 6 face atoms)
14 Mar 2010
12 Mar 2010
Karbon Dioksida, Misteri Sebuah Senyawa
Fakta tentang karbon dioksida
Karbon dioksida atau CO2, semua orang mengenal senyawa ini sebagai gas, tak berbau, tak berwarna, tak beracun dan berasal dari setiap mekanisme pembakaran maupun metabolisme. Gas Karbon dioksida pertama kali diamati keberadaannya oleh Van Helmont, tahun 1577. Secara statistik alamiah, gas ini tidak melimpah di muka bumi dan konstan persentasenya. Sejak lama orang tidak memberi perhatian terhadap sifat-sifat gas tersebut. Pemanfaatan gas CO2 salah satunya adalah dapat diubah fasenya menjadi padat dan disebut “dry ice“, digunakan dalam industri pengawetan hingga industri film maupun sinetron (memberi efek kabut di film serem atau sinetron misteri).
Cerita dibalik si misterius CO2
Lalu mengapa sekarang orang-orang terutama ilmuwan meributkan gas tak bersalah ini ??! Sebenarnya gas CO2 memang tak bersalah, tapi kitalah yang membuat kesalahan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sering kali tidak sejalan dengan kehendak alam. Sejak dimulainya revolusi industri di Inggris hingga revolusi telekomunikasi jaman sekarang telah terjadi peningkatan persentase CO2 di muka bumi akibat aktivitas produksi dan konsumsi. Mulailah dikenal istilah “Green House Effect“, yaitu meningkatnya kadar CO2 di atmosfer menjadikan bumi tambah panas, memberikan efek “Global Warming” dan selanjutnya “Global Climate Change“. Lha, apa hubungan CO2 dengan panas ?, Begini, Karena kebetulan sifat CO2 yang menyerap energi panas dari radiasi sinar infra merah yang dipancarkan matahari, akibatnya makin terakumulasilah energi panas tersebut dimuka bumi bahkan bisa mencairkan es kutub lho ! Ditambah lagi penggunaan senyawa CFC (Chloro Fluoro Carbon) sebagai pelarut, material gas pendingin dalam refrigerator dan foaming agent dalam industri polimer ternyata malah “memakan” ozone yang melindungi bumi dari radiasi sinar ultra violet matahari yang berenergi tinggi. Ironisnya fakta lain tentang CFC menjadikan orang tetap menggunakan CFC, yaitu dia ternyata gas yang tidak terlalu berbahaya terhadap mahluk hidup, tidak mudah terbakar, dan punya sifat-sifat unik karena variasi kandungan atom klor dan fluornya. Tapi bumi sudah panas ditambah lagi bumi semakin terbuka terhadap pancaran energi tinggi UV yang mematikan, menjadikan kalangan terutama para ilmuwan kalang kabut mencari solusi agar bumi ini tetap menjadi tempat yang nyaman dihuni paling tidak sampai menjelang kiamat.
Sejelek-jeleknya CO2, masih lebih jelek orang yang tidak perduli lingkungan dan hanya mengeruk keuntungan dengan menyiksa alam serta korupsi gila-gilaan. Yang paling menderita dari dampak di atas adalah penduduk bumi awam yang tidak mengerti apa-apa, padahal kita punya hak hidup yang sama. Nah, patutlah kita cukup berterima kasih kepada beberapa ilmuwan yang mencurahkan hidupnya bagi penyelamatan bumi ini. Akhirnya ditemukan fakta-fakta lain dari CO2 yang kemungkinan bisa dimanfaatkan demi kebaikan.
Apa to kebaikan CO2 ituh ?
Akhir-akhir ini mulai luas dikenal istilah “Green Chemistry” atau lebih menarik lagi “Green, Benign and Sustainable Chemistry“. Istilah itu sebenarnya adalah gerakan pembaharuan dalam dunia riset dipelopori oleh para ilmuwan setengah gila yang melawan arus aliran trend riset, karena pada awalnya riset lebih banyak berkutat pada eksploitasi sumber daya bumi daripada menyelamatkannya. Seiring dengan semakin ditekannya penggunaan material CFC sebagai pelarut, maka dicarilah alternatif pengganti yang memiliki sitaf-sifat serupa tapi lebih ramah terhadap lingkungan. Mulailah ilmuwan melirik manfaat lain dari CO2 dari sekedar gas tak berdosa menjadi gas yang tak berdosa sekaligus bermanfaat yaitu sebagai pelarut superkritis. CO2 sebagai fluida superkritis ??? Wah, buat kita-kita yang awam mungkin sulit membayangkan, nah akan diulas sedikit tentang sifat-sifatnya. CO2 sebagai fluida superkritis sebenarnya adalah gas yang dinaikkan temperaturnya mencapai temperatur kritis (temperatur tertinggi yang dapat mengubah fase gas menjadi fase cair dengan cara menaikkan tekanan), dan memiliki tekanan kritis (tekanan tertinggi yang dapat mengubah fase cair menjadi fase gas dengan cara menaikkan temperatur) sehingga sifat-sifatnya berada di antara sifat gas dan cairan. Nah, bingung bukan ??! Biar lebih jelas silahkan lihat diagram supercritical fluids (SCF) ini.
Sebagai pelarut superkritis, CO2, telah cukup banyak dimanfaatkan dibidang penelitian dan industri. Keuntungan lain adalah kita tidak perlu membuat CO2 melainkan cukup menyaringnya dari udara sekitar kita. Walaupun teknologinya masih mahal, bukan berarti tidak bisa dimanfaatkan secara nyata. Dibidang isolasi dan pengolahan bahan alam, CO2 superkritis dimanfaatkan sebagai pelarut dalam proses ekstraksi maupun de-ekstraksi senyawa-senyawa aktif dari tumbuhan untuk pengobatan, atau senyawa-senyawa penting untuk industri makanan, misalnya ekstraksi minyak atsiri lemon, jahe, beta-carotene dari tumbuh-tumbuhan atau de-ekstraksi caffein pada kopi. Namun pengembangan lebih lanjut rupanya masih terhambat oleh miskinnya pengetahuan tentang sifat-sifat maupun fasa-fasa campuran CO2 superkritis dengan bahan terlarut dan perilaku senyawa terlarut di dalamnya.
Dibidang pertambangan minyak bumi, bahkan penggunaan CO2 yang dicairkan sangat besar. Fluida ini dialirkan ke dalam sumber-sumber minyak yang mulai menipis cadangannya untuk mengangkat cadangan minyak tersisa. Masalah utamanya adalah fluida ini kekentalannya rendah sehingga tidak mampu mengangkat minyak secara maksimum. Pengembangan aditif yang mampu meningkatkan kekentalan (viscosity) fluida CO2 belum mampu bekerja optimum karena kelarutan aditif-aditif tersebut yang sulit diperkirakan.
Suatu perkembangan lebih menggembirakan dalam industri polimer kembali mengangkat kepopuleran CO2. Dupont, sebuah perusahan terkemuka dalam inovasi industri kimia telah mampu memproduksi semacam busa atau dikenal ‘foamed thermoplastic’ yang populer disebut ‘fluoropolimer’ berkat ditemukannya polimer ‘perfluoroalkil akrilat’ oleh Desimone dan rekan tahun 1992. Fluoropolimer ini benar-benar larut dalam CO2 setelah sebelumnya digunakan pelarut dan surfaktan berbasis fluor. Permasalahannya adalah pengembangan ‘foamed polymer’ yang benar-benar menggunakan CO2 sebagai agen pembuih tidak terlalu berhasil. Walaupun Dow, suatu perusahaan terkemuka juga dibidang industri polimer, telah memproduksi polistiren berbasis keseluruhan CO2 sebagai agen pengembang, namun muncul kesulitan teknis lain dalam polimer berbasis keseluruhan CO2, misalnya pecahnya gelembung akibat cepatnya difusi CO2 di dalam larutan polimer atau soal bagaimana membuat polimer yang memiliki daya hantar panas rendah.
Sesungguhnya masih banyak kegunaan yang bisa digali dari gas CO2 sebagai material ramah lingkungan. Misalnya dalam industri pelapisan material menggunakan polimer yang dapat larut dalam CO atau pembuatan partikel koloid dalam industri farmasi menggunakan pelarut CO2. Kenyataan bahwa gas CO, O2 dan H2 benar-benar dapat bercampur dan larut dalam CO2 sebenarnya memberikan kemungkinan untuk melakukan reaksi karbonilasi, oksidasi maupun hidrogenasi dalam pelarut CO2. Namun kendala dalam aplikasi teknologi-teknologi tersebut secara massal membuat kaum industriawan masih enggan untuk benar-benar beralih menggunakan CO2.
http://sudarmono-kimia-anorganik.blogspot.com/
Molecular Orbital Diagram for H-F
Molecular Orbitals for Heterogeneous Diatomic Molecules
A simple approach to molecular orbital (MO) theory for heterogeneous diatomic molecules is to show the energy level diagram.
Molecular Orbital Diagram for H-F
Interaction occurs between the 1s orbital on hydrogen and the 2p orbital in fluorine causing the formation of a sigma-bonding and a sigma-antibonding molecular orbital, as shown below
http://www.science.uwaterloo.ca/~cchieh/cact/applychem/mohetro.html
A simple approach to molecular orbital (MO) theory for heterogeneous diatomic molecules is to show the energy level diagram.
Molecular Orbital Diagram for H-F
Interaction occurs between the 1s orbital on hydrogen and the 2p orbital in fluorine causing the formation of a sigma-bonding and a sigma-antibonding molecular orbital, as shown below
http://www.science.uwaterloo.ca/~cchieh/cact/applychem/mohetro.html
Characteristic structures of ionic solids
Metals have structures which may be discussed in terms of the close packing of spheres, and as a result have the high coordination numbers of the close packed systems. Ionic solids, however, have lower coordination numbers, and the discussion of the structure simply in terms of close packed species has to be adapted.
The idea of an ionic solid, though, depends on being able to define an ion. The Ionic Model treats a solid as being made up of oppositely charged spheres that interact by the coulombic forces between them, and the short range repulsive forces which occur between closed shell species at small separations.
The use of the idea of close packed spheres, and the holes within these structures is very useful in the discussion of the structures of ionic solids.
The structures of many ionic solids of the formula AB and AB2 may be visualized in terms of the close packed arrangement of the negatively charged anions, with the positively charged cations occupying the holes within the structure.
Characteristic structures of ionic solids
The simple structures come from the arrangement of the anions (though sometimes the cations) in the positions of the spheres in the fcc or hcp lattices, and the cations go into some or all of the octahedral and tetrahedral holes within the lattices.
Structures based on face centered cubic lattices
The Rock Salt structure
This the structure adopted by Sodium Chloride, NaCl. It is based on the fcc array of the large chloride anions, and the sodium cations occupy all the octahedral holes in the fcc lattice. However, it could also be seen as an fcc array of sodium ions, with the anions in all the octahedral holes.
Each ion is octahedrally coordinated by six counterions, and so this structure has so-called (6,6)-coordination, where the first number refers to the coordination of the cation and the second to the anion.
The structure beyond the first coordination sphere can also be visualized.
The extended coordination of the ions can be seen by considering the coordination of the sodium ion at the center of the unit cell. It has six nearest neighbours, which are the oppositely charged chloride anions, octahedrally arranged at the centers of the faces of the cube. The next nearest neighbours are 12 sodium cations, sited on the middle of each of the edges of the cube. Beyond that, there are 8 chloride anions situated at the corners of the cube.
The Sphalerite structure
This is the structure adopted by Zinc Sulphide, ZnS, and is also known as the zinc blende structure.
Here there is an fcc array of sulphide anions, and the zinc cations occupy half the tetrahedral holes. There are two tetrahedral holes for each atom in the fcc array, and so the stoichiometry of the compound dictates that only half of them be occupied, so that there are the same number of cations as anions.
The cations are tetrahedrally coordinated by anions, and the anions are surrounded by eight tetrahedral sites, of which half are occupied, and hence the anions are also four-coordinate. The zinc blende structure therefore has (4,4)-coordination.
The Fluorite structure
This is the structure adopted by Calcium Fluoride, CaF2.
There is now an fcc array of calcium cations, and the fluoride anions occupy all of the tetrahedral holes. There are two tetrahedral holes for each atom in the fcc array, and so the stoichiometry of the compound dictates that both of the tetrahedral holes be occupied for each of the cationic fcc sites.
The anions are tetrahedrally coordinated by cations, and the cations are surrounded by eight tetrahedral sites, all of which are occupied, and hence the cations are eight-coordinate. The fluoride structure therefore has (8,4)-coordination.
The antifluorite structure is that adopted by compounds with the stoichiometry A2B, where A is the cation and B is the anion. Examples include potassium oxide, K2O. Here, the fcc array of oxide ions has potassium ions in all the tetrahedral holes, and there is a (4,8)-coordination.
Structures based on other cubic lattices
The Caesium Chloride structure
This is the structure adopted by Caesium Chloride, CsCl, and also by CsBr and CsI. It is formed when the anion and cation have similar sizes.
This is based on a simple cubic lattice of anions. In this the anions are not close packed, but the unit cell is a simple cube with an ion at the each of the corners. The cations are located at the center of the anionic cube.
Similarly, the structure can be considered as a simple cubic array of cations with the anions at the center of the cubes. It is fully understood as interleaved simple cubic lattices of cations and anions.
The anions, at the corners of the cube, are coordinated to eight cations at the centers of each of the surrounding cubes, and the cations are surrounded by the eight anions at the corners of the cube. The cesium chloride structure therefore has (8,8)-coordination.
The Perovskite Structure
This is the structure adopted by Calcium Titanate, CaTiO3. It is the template for many compounds of the formula ABX3.
In this structure, there is a simple cubic array of B atoms (Ti), with the A atoms (Ca) occupying the center of the cube, as in CsCl, and the X atoms (O) being sited at the center of the 12 edges of the simple cube.
Therefore, the central A ion is coordinated by 12 X ions; the B ion is octahedrally coordinated by 6 X ions; and the X ion is linearly coordinated by 2 B ions.
Structures based on hexagonal close packed lattices
The Wurtzite Structure
This is another structure adopted by Zinc Sulphide, ZnS, the difference from Zinc Blende being that the ions now occupy the sites in an hcp lattice.
Here there is an hcp array of sulphide anions, and the zinc cations occupy half the tetrahedral holes. There are two tetrahedral holes for each atom in the hcp array, and so the stoichiometry of the compound dictates that only half of them be occupied, so that there are the same number of cations as anions.
The cations are tetrahedrally coordinated by anions, and the anions are also tetrahedrally coordinated by cations. The Wurtzite structure therefore has (4,4)-coordination.
The local coordination of the ions at the next nearest neighbour level is the same in Wurtzite as Sphalerite, each ion being tetrahedrally coordinated by its counterions, but the coordination differs at the next nearest neighbour level.
The Nickel Arsenide Structure
This is the structure of NiAs, and is based on a distorted hcp array of Arsenide anions. By contrast with the wurtzite structure, however, which is also of formula AB, the cations now occupy all the octahedral sites rather than half the tetrahedral holes. There is one octahedral hole for each hcp lattice site, and so the AB stoichiometry is preserved.
The local coordination of the anions and cations are different in this structure.
http://www.everyscience.com/Chemistry/Inorganic/Ionic_Solids/b.1297.php
The idea of an ionic solid, though, depends on being able to define an ion. The Ionic Model treats a solid as being made up of oppositely charged spheres that interact by the coulombic forces between them, and the short range repulsive forces which occur between closed shell species at small separations.
The use of the idea of close packed spheres, and the holes within these structures is very useful in the discussion of the structures of ionic solids.
The structures of many ionic solids of the formula AB and AB2 may be visualized in terms of the close packed arrangement of the negatively charged anions, with the positively charged cations occupying the holes within the structure.
Characteristic structures of ionic solids
The simple structures come from the arrangement of the anions (though sometimes the cations) in the positions of the spheres in the fcc or hcp lattices, and the cations go into some or all of the octahedral and tetrahedral holes within the lattices.
Structures based on face centered cubic lattices
The Rock Salt structure
This the structure adopted by Sodium Chloride, NaCl. It is based on the fcc array of the large chloride anions, and the sodium cations occupy all the octahedral holes in the fcc lattice. However, it could also be seen as an fcc array of sodium ions, with the anions in all the octahedral holes.
Each ion is octahedrally coordinated by six counterions, and so this structure has so-called (6,6)-coordination, where the first number refers to the coordination of the cation and the second to the anion.
The structure beyond the first coordination sphere can also be visualized.
The extended coordination of the ions can be seen by considering the coordination of the sodium ion at the center of the unit cell. It has six nearest neighbours, which are the oppositely charged chloride anions, octahedrally arranged at the centers of the faces of the cube. The next nearest neighbours are 12 sodium cations, sited on the middle of each of the edges of the cube. Beyond that, there are 8 chloride anions situated at the corners of the cube.
The Sphalerite structure
This is the structure adopted by Zinc Sulphide, ZnS, and is also known as the zinc blende structure.
Here there is an fcc array of sulphide anions, and the zinc cations occupy half the tetrahedral holes. There are two tetrahedral holes for each atom in the fcc array, and so the stoichiometry of the compound dictates that only half of them be occupied, so that there are the same number of cations as anions.
The cations are tetrahedrally coordinated by anions, and the anions are surrounded by eight tetrahedral sites, of which half are occupied, and hence the anions are also four-coordinate. The zinc blende structure therefore has (4,4)-coordination.
The Fluorite structure
This is the structure adopted by Calcium Fluoride, CaF2.
There is now an fcc array of calcium cations, and the fluoride anions occupy all of the tetrahedral holes. There are two tetrahedral holes for each atom in the fcc array, and so the stoichiometry of the compound dictates that both of the tetrahedral holes be occupied for each of the cationic fcc sites.
The anions are tetrahedrally coordinated by cations, and the cations are surrounded by eight tetrahedral sites, all of which are occupied, and hence the cations are eight-coordinate. The fluoride structure therefore has (8,4)-coordination.
The antifluorite structure is that adopted by compounds with the stoichiometry A2B, where A is the cation and B is the anion. Examples include potassium oxide, K2O. Here, the fcc array of oxide ions has potassium ions in all the tetrahedral holes, and there is a (4,8)-coordination.
Structures based on other cubic lattices
The Caesium Chloride structure
This is the structure adopted by Caesium Chloride, CsCl, and also by CsBr and CsI. It is formed when the anion and cation have similar sizes.
This is based on a simple cubic lattice of anions. In this the anions are not close packed, but the unit cell is a simple cube with an ion at the each of the corners. The cations are located at the center of the anionic cube.
Similarly, the structure can be considered as a simple cubic array of cations with the anions at the center of the cubes. It is fully understood as interleaved simple cubic lattices of cations and anions.
The anions, at the corners of the cube, are coordinated to eight cations at the centers of each of the surrounding cubes, and the cations are surrounded by the eight anions at the corners of the cube. The cesium chloride structure therefore has (8,8)-coordination.
The Perovskite Structure
This is the structure adopted by Calcium Titanate, CaTiO3. It is the template for many compounds of the formula ABX3.
In this structure, there is a simple cubic array of B atoms (Ti), with the A atoms (Ca) occupying the center of the cube, as in CsCl, and the X atoms (O) being sited at the center of the 12 edges of the simple cube.
Therefore, the central A ion is coordinated by 12 X ions; the B ion is octahedrally coordinated by 6 X ions; and the X ion is linearly coordinated by 2 B ions.
Structures based on hexagonal close packed lattices
The Wurtzite Structure
This is another structure adopted by Zinc Sulphide, ZnS, the difference from Zinc Blende being that the ions now occupy the sites in an hcp lattice.
Here there is an hcp array of sulphide anions, and the zinc cations occupy half the tetrahedral holes. There are two tetrahedral holes for each atom in the hcp array, and so the stoichiometry of the compound dictates that only half of them be occupied, so that there are the same number of cations as anions.
The cations are tetrahedrally coordinated by anions, and the anions are also tetrahedrally coordinated by cations. The Wurtzite structure therefore has (4,4)-coordination.
The local coordination of the ions at the next nearest neighbour level is the same in Wurtzite as Sphalerite, each ion being tetrahedrally coordinated by its counterions, but the coordination differs at the next nearest neighbour level.
The Nickel Arsenide Structure
This is the structure of NiAs, and is based on a distorted hcp array of Arsenide anions. By contrast with the wurtzite structure, however, which is also of formula AB, the cations now occupy all the octahedral sites rather than half the tetrahedral holes. There is one octahedral hole for each hcp lattice site, and so the AB stoichiometry is preserved.
The local coordination of the anions and cations are different in this structure.
http://www.everyscience.com/Chemistry/Inorganic/Ionic_Solids/b.1297.php
Hair Color Chemistry
The first safe commercial haircolor was created in 1909 by French chemist Eugene Schuller, using the chemical paraphenylenediamine. Hair coloring is very popular today, with over 75% of women coloring their hair and a growing percentage of men following suit. How does haircolor work? It's the result of a series of chemical reactions between the molecules in hair, pigments, as well as peroxide and ammonia, if present.
What is Hair?
Hair is mainly keratin, the same protein found in skin and fingernails. The natural color of hair depends on the ratio and quantities of two other proteins, eumelanin and phaeomelanin. Eumelanin is responsible for brown to black hair shades while phaeomelanin is responsible for golden blond, ginger, and red colors. The absence of either type of melanin produces white/gray hair.
Natural Colorants
People have been coloring their hair for thousands of years using plants and minerals. Some of these natural agents contain pigments (e.g., henna, black walnut shells) and others contain natural bleaching agents or cause reactions that change the color of hair (e.g., vinegar). Natural pigments generally work by coating the hair shaft with color. Some natural colorants last through several shampoos, but they aren't necessarily safer or more gentle than modern formulations. It's difficult to get consistent results using natural colorants, plus some people are allergic to the ingredients.
Temporary Hair Color
Temporary or semi-permanent haircolors may deposit acidic dyes onto the outside of the hair shaft or may consist of small pigment molecules that can slip inside the hair shaft, using a small amount of peroxide or none at all. In some cases, a collection of several colorant molecules enter the hair to form a larger complex inside the hair shaft. Shampooing will eventually dislodge temporary hair color. These products don't contain ammonia, meaning the hair shaft isn't opened up during processing and the hair's natural color is retained once the product washes out.
How Lightening Works
Bleach is used to lighten hair. The bleach reacts with the melanin in hair, removing the color in an irreversible chemical reaction. The bleach oxidizes the melanin molecule. The melanin is still present, but the oxidized molecule is colorless. However, bleached hair tends to have a pale yellow tint. The yellow color is the natural color of keratin, the structural protein in hair. Also, bleach reacts more readily with the dark eumelanin pigment than with the phaeomelanin, so some gold or red residual color may remain after lightening. Hydrogen peroxide is one of the most common lightening agents. The peroxide is used in an alkaline solution, which opens the hair shaft to allow the peroxide to react with the melanin.
Permanent Hair Color
The outer layer of the hair shaft, its cuticle, must be opened before permanent color can be deposited into the hair. Once the cuticle is open, the dye reacts with the inner portion of the hair, the cortex, to deposit or remove the color. Most permanent hair colors use a two-step process (usually occurring simultaneously) which first removes the original color of the hair and then deposits a new color. It's essentially the same process as lightening, except a colorant is then bonded within the hair shaft. Ammonia is the alkaline chemical that opens the cuticle and allows the hair color to penetrate the cortex of the hair. It also acts as a catalyst when the permanent hair color comes together with the peroxide. Peroxide is used as the developer or oxidizing agent. The developer removes pre-existing color. Peroxide breaks chemical bonds in hair, releasing sulfur, which accounts for the characteristic odor of haircolor. As the melanin is decolorized, a new permanent color is bonded to the hair cortex. Various types of alcohols and conditioners may also be present in hair color. The conditioners close the cuticle after coloring to seal in and protect the new color.
http://chemistry.about.com/od/howthingswork/a/fireworks.htm
How Fireworks Work
Fireworks have been a traditional part of New Year's celebrations since they were invented by the Chinese almost a thousand years ago. Today fireworks displays are seen on most holidays. Have you ever wondered how they work? There are different types of fireworks. Firecrackers, sparklers, and aerial shells are all examples of fireworks. Though they share some common characteristics, each type works a little differently.
Firecrackers
Firecrackers are the original fireworks. In their simplest form, firecrackers consists of gunpowder wrapped in paper, with a fuse. Gunpowder consists of 75% potassium nitrate (KNO3), 15% charcoal (carbon) or sugar, and 10% sulfur. The materials will react with each other when enough heat is applied. Lighting the fuse supplies the heat to light a firecracker. The charcoal or sugar is the fuel. Potassium nitrate is the oxidizer, and sulfur moderates the reaction. Carbon (from the charcoal or sugar) plus oxygen (from the air and the potassium nitrate) forms carbon dioxide and energy. Potassium nitrate, sulfur, and carbon react to form nitrogen and carbon dioxide gases and potassium sulfide. The pressure from the expanding nitrogen and carbon dioxide explode the paper wrapper of a firecracker. The loud bang is the pop of the wrapper being blown apart.
Sparklers
A sparkler consists of a chemical mixture that is molded onto a rigid stick or wire. These chemicals often are mixed with water to form a slurry that can be coated on a wire (by dipping) or poured into a tube. Once the mixture dries, you have a sparkler. Aluminum, iron, steel, zinc or magnesium dust or flakes may be used to create the bright, shimmering sparks. An example of a simple sparkler recipe consists of potassium perchlorate and dextrin, mixed with water to coat a stick, then dipped in aluminum flakes. The metal flakes heat up until they are incandescent and shine brightly or, at a high enough temperature, actually burn. A variety of chemicals can be added to create colors. The fuel and oxidizer are proportioned, along with the other chemicals, so that the sparkler burns slowly rather than exploding like a firecracker. Once one end of the sparkler is ignited, it burns progressively to the other end. In theory, the end of the stick or wire is suitable to support it while burning.
Rockets & Aerial Shells
When most people think of 'fireworks' an aerial shell probably comes to mind. These are the fireworks that are shot into the sky to explode. Some modern fireworks are launched using compressed air as a propellent and exploded using an electronic timer, but most aerial shells remain launched and exploded using gunpowder. Gunpowder-based aerial shells essentially function like two-stage rockets. The first stage of an aerial shell is a tube containing gunpowder, that is lit with a fuse much like a large firecracker. The difference is that the gunpowder is used to propel the firework into the air rather than explode the tube. There is a hole at the bottom of the firework so the expanding nitrogen and carbon dioxide gases launch the firework into the sky. The second stage of the aerial shell is a package of gunpowder, more oxidizer, and colorants. The packing of the components determines the shape of the firework.
http://chemistry.about.com/od/howthingswork/a/fireworks.htm
Are Copper Bowls Really Better for Whipping Egg Whites?
The bowl you use makes a difference when you are whipping egg whites. Copper bowls produce a yellowish, creamy foam that is harder to overbeat that the foam produced using glass or stainless steel bowls. When you whisk egg whites in a copper bowl, some copper ions migrate from the bowl into the egg whites. The copper ions form a yellow complex with one of the proteins in eggs, conalbumin. The conalbumin-copper complex is more stable than the conalbumin alone, so egg whites whipped in a copper bowl are less likely to denature (unfold).
When air is whisked into egg whites, the mechanical action denatures the proteins in the whites. The denatured proteins coagulate, stiffening the foam and stabilizing the air bubbles. If the foam is overbeaten in a non-copper bowl, eventually the proteins become completely denatured and coagulate into clumps. There is no going back from the clumpy mess to nice foamy whites, so overbeaten whites are usually discarded.
If a copper bowl is used, then fewer protein molecules are free to denature and coagulate, because some are tied up in conalbumin-copper complexes. In addition to forming complexes with conalbumin, the copper may also react with sulfur-containing groups on other proteins, further stabilizing the egg proteins. Although the iron and zinc found in other metal bowls also form complexes with conalbumin, these complexes don't make the foam more stable. When glass or steel bowls are used, cream of tartar may be added to egg whites to stabilize the whites.
http://chemistry.about.com/od/howthingsworkfaqs/f/copperbowl.htm
When air is whisked into egg whites, the mechanical action denatures the proteins in the whites. The denatured proteins coagulate, stiffening the foam and stabilizing the air bubbles. If the foam is overbeaten in a non-copper bowl, eventually the proteins become completely denatured and coagulate into clumps. There is no going back from the clumpy mess to nice foamy whites, so overbeaten whites are usually discarded.
If a copper bowl is used, then fewer protein molecules are free to denature and coagulate, because some are tied up in conalbumin-copper complexes. In addition to forming complexes with conalbumin, the copper may also react with sulfur-containing groups on other proteins, further stabilizing the egg proteins. Although the iron and zinc found in other metal bowls also form complexes with conalbumin, these complexes don't make the foam more stable. When glass or steel bowls are used, cream of tartar may be added to egg whites to stabilize the whites.
http://chemistry.about.com/od/howthingsworkfaqs/f/copperbowl.htm
4 Mar 2010
Berkat Teknologi, Kematian Firaun Tutankhamun Terpecahkan
8/02/2010 07:11
Liputan6.com, Kairo: Berkat teknologi, terjawab sudah misteri kematian sosok Firaun Mesir Tutankhamun yang ditemukan pada 1922. Melalui serangkaian tes asam deoksiribonukleat (DNA) dan computed tomography (CT) scan selama dua tahun, raja yang mulai memerintah sejak berusia 10 tahun itu akhirnya diketahui meninggal karena mengalami komplikasi luka di kaki yang diperparah dengan malaria. Hasil penelitian itu diungkapkan di Kairo, Mesir, baru-baru ini.
Tes juga menyatakan Raja Tutankhamun yang meningal pada usia 19 tahun memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah karena penyakit bawaan. Hal ini diperjelas dengan penemuan fakta lain bahwa Raja Tutankhamun adalah anak dari perkawinan sedarah yang lazim pada Mesir kuno. Diketahui, ibu kandung Tutankhamun adalah salah satu adik perempuan ayahnya, Firaun Akhenaten.
Sebelumnya banyak spekulasi tentang kematian Tutankhamun. Di antaranya disebutkan bahwa Tutankhamun mati dibunuh [baca: Ditemukan Bukti Tutankhamun Tidak Mati Dibunuh]. Selain Raja Tutankhamun, pengujian juga dilakukan terhadap 15 mumi lain yang ikut dimakamkan bersamanya.(ZAQ)
LIDAH BUNGLON LEBIH CEPAT DARIPADA PESAWAT JET TEMPUR
Buku-buku teks zologi menjelaskan bahwa lidah balistik bunglon diperkuat oleh seutas otot pemercepat (akselerator). Otot ini memanjang ketika menekan ke bawah pada tulang lidah, yang berupa tulang rawan kaku di tengah lidah, yang membungkusnya. Akan tetapi, dalam sebuah penelitian yang telah disetujui untuk diterbitkan oleh majalah ilmiah Proceedings of the Royal Society of London (Series B), dua ahli morfologi yang memelajari kebiasaan makan bunglon menemukan unsur-unsur lain yang terkait dengan gerakan cepat lidah binatang ini. (1)
Kedua peneliti Belanda ini, Jurriaan de Groot dari Universitas Leiden, dan Johan van Leeuwen dari Universitas Wageningen, mengambil film-film sinar X berkecepatan tinggi, yakni 500 bingkai per detik, dalam rangka menyelidiki bagaimana lidah bunglon bekerja ketika menangkap mangsa. Film-film ini menunjukkan bahwa ujung lidah bunglon mengalami percepatan 50 g (g = konstanta gravitasi). Percepatan ini lima kali lebih besar daripada yang dapat dicapai oleh sebuah jet tempur.
Para peneliti ini membedah jaringan lidah dan menemukan bahwa otot pemercepat sama sekali tidak cukup kuat untuk menghasilkan gaya yang diperlukan ini sendirian. Dengan meneliti lidah bunglon, mereka menemukan keberadaan sedikitnya 10 bungkus licin, yang hingga saat itu belum diketahui, di antara otot pemercepat dan tulang lidah. Bungkus-bungkus ini, yang melekat ke tulang lidah di ujungnya yang terdekat dengan mulut, teramati mengandung serat-serat protein berajutan spiral. Serat-serat ini memadat dan berubah bentuk ketika otot pemercepat mengerut dan menyimpan tenaga bagaikan seutas pita karet yang tertekan. Ketika mencapai ujung bulat tulang lidah, bungkus-bungkus yang ketat dan memanjang ini secara bersamaan menggelincir dan mengerut dengan kekuatan dan melontarkan lidah. Secepat serat-serat ini menggelincir dari tulang lidah, bungkus-bungkus saling memisahkan diri bagaikan tabung-tabung sebuah teleskop, dan karena itu lidah mencapai jangkauan terjauhnya. Van Leeuwen berkata, “ini adalah ketapel teleskopis.”
Ketapel ini memiliki ciri lain yang amat menyolok. Ujung lidah mengambil bentuk hampa pada saat menghantam mangsa. Ketika terlontar, lidah ini dapat menjulur sejauh enam kali panjangnya ketika istirahat di dalam mulut, dan dua kali panjang tubuhnya sendiri.
Jelaslah bahwa bungkus-bungkus yang saling terhubung pada lidah bunglon ini tidak pernah dapat dijelaskan menurut evolusi. Dalam wacana itu, mari kita ajukan pertanyaan-pertanyaan berikut:
1. Bagaimanakah masing-masing bungkus ini berevolusi ke tempatnya yang benar?
2. Bagaimanakah lidah tumbuh sedemikian panjang?
3. Bagaimanakah otot pemercepat muncul?
4. Bagaimanakah bungkus-bungkus menyelaraskan gerak-geriknya sehingga membuat lidah mencapai panjang maksimumnya?
5. Bagaimanakah bungkus-bungkus menumbuhkan kemampuan untuk “memanjangkan diri bak tabung-tabung teleskop”?
6. Bagaimanakah binatang tersebut menyatukan semua bagian ini setelah “meluncurkan” lidah?
7. Jika lidah ini diperoleh sebagai sifat menguntungkan akibat proses evolusi, lalu mengapa sifat unggul ini tidak berkembang pada binatang-binatang lain dan mengapa binatang-binatang lain tidak memiliki cara berburu yang sama?
8. Bagaimanakah bunglon (atau binatang yang dianggap moyang peralihannya) dapat bertahan hidup ketika semua sistem yang rumit ini diduga pelan-pelan berevolusi? (2)
Seorang evolusionis tidak akan memiliki jawaban bagi pertanyaan-pertanyaan ini. Gambar di sebelah kiri, sebuah lukisan yang mewakili penampang melintang lidah bunglon, menyingkapkan bahwa sistem sempurna ini bergantung pada penciptaan yang amat khusus. Kelompok-kelompok otot dengan sifat-sifat yang berbeda secara tanpa cela melontarkan lidah, memercepatnya, menyebabkan lidah mengambil bentuk isap ketika menghantam mangsanya dan lalu cepat-cepat menariknya. Kelompok-kelompok otot ini sama sekali tidak saling menghalangi fungsi masing-masing, namun bekerja dengan cara yang terselaraskan dalam menghantam mangsa dan menarik lidah kembali ke mulut dalam waktu kurang dari sedetik. Tambahan lagi, berkat kerjasama antara sistem penglihatan dan otak, kedudukan mangsa diukur dan perintah bagi lidah balistik untuk “menembak!” diberikan oleh syaraf yang mengirimkan isyarat di dalam otak.
Sudah pasti, bunglon tidak dapat memikirkan dan merancang sendiri rancangan yang demikian rumit itu. Penciptaan ini menyingkapkan keberadaan Allah, Sang Mahatahu dan Mahakuasa. Tidak ada keraguan bahwa Allahlah, Yang Mahakuasa, Mahatahu, dan Mahabijaksana, Yang menciptakan bunglon.
1. Menno Schilthuizen, "Slip of the Chameleon's Tongue," Science Now, 8 March 2004, http://sciencenow.sciencemag.org/cgi/content/full/2004/308/1
2. Brad Harrub, "The Chameleon's Incredible (Tongue) Acceleration!", http://www.apologeticspress.org/inthenews/2004/itn-04-08.htm
http://tr1.harunyahya.com/Detail/T/EDCRFV/productId/4517/LIDAH_BUNGLON_LEBIH_CEPAT_DARIPADA_PESAWAT_JET_TEMPUR
FISIKA DI BALIK KEINDAHAN BULU MERAK
Tak seorang pun yang memandang corak bulu merak kuasa menyembunyikan kekaguman atas keindahannya. Satu di antara penelitian terkini yang dilakukan para ilmuwan telah mengungkap keberadaan rancangan mengejutkan yang mendasari pola-pola ini.
Para ilmuwan Cina telah menemukan mekanisme rumit dari rambut-rambut teramat kecil pada bulu merak yang menyaring dan memantulkan cahaya dengan aneka panjang gelombang. Menurut pengkajian yang dilakukan oleh fisikawan dari Universitas Fudan, Jian Zi, dan rekan-rekannya, dan diterbitkan jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences, warna-warna cerah bulu tersebut bukanlah dihasilkan oleh molekul pemberi warna atau pigmen, akan tetapi oleh struktur dua dimensi berukuran teramat kecil yang menyerupai kristal. (1)
Zi dan rekan-rekannya menggunakan mikroskop elektron yang sangat kuat untuk menyingkap penyebab utama yang memunculkan warna pada bulu merak. Mereka meneliti barbula pada merak hijau jantan (Pavo rnuticus). Barbula adalah rambut-rambut mikro yang jauh lebih kecil yang terdapat pada barb, yakni serat bulu yang tumbuh pada tulang bulu. Di bawah mikroskop, mereka menemukan desain tatanan lempeng-lempeng kecil berwarna hitam putih, sebagaimana gambar di sebelah kanan. Desain ini tersusun atas batang-batang tipis yang terbuat dari protein melanin yang terikat dengan protein lain, yakni keratin. Para peneliti mengamati bahwa bentuk dua dimensi ini, yang ratusan kali lebih tipis daripada sehelai rambut manusia, tersusun saling bertumpukan pada rambut-rambut mikro. Melalui pengkajian optis dan penghitungan, para ilmuwan meneliti ruang yang terdapat di antara batang-batang tipis atau kristal-kristal ini, berikut dampaknya. Alhasil, terungkap bahwa ukuran dan bentuk ruang di dalam tatanan kristal tersebut menyebabkan cahaya dipantulkan dengan beragam sudut yang memiliki perbedaan sangat kecil, dan dengannya memunculkan aneka warna.
"Ekor merak jantan memiliki keindahan yang memukau karena pola-pola berbentuk mata yang berkilau, cemerlang, beraneka ragam dan berwarna," kata Zi, yang kemudian mengatakan, "ketika saya memandang pola berbentuk mata yang terkena sinar matahari, saya takjub akan keindahan bulu-bulu yang sangat mengesankan tersebut."(2) Zi menyatakan bahwa sebelum pengkajian yang mereka lakukan, mekanisme fisika yang menghasilkan warna pada bulu-bulu merak belumlah diketahui pasti. Meskipun mekanisme yang mereka temukan ternyata sederhana, mekanisme ini benar-benar cerdas.
Jelas bahwa terdapat desain yang ditata dengan sangat istimewa pada pola bulu merak. Penataan kristal-kristal dan ruang-ruang [celah-celah] teramat kecil di antara kristal-kristal ini adalah bukti terbesar bagi keberadaan desain ini. Pengaturan antar-ruangnya secara khusus sungguh memukau. Jika hal ini tidak ditata sedemikian rupa agar memantulkan cahaya dengan sudut yang sedikit berbeda satu sama lain, maka keanekaragaman warna tersebut tidak akan terbentuk.
Sebagian besar warna bulu merak terbentuk berdasarkan pewarnaan struktural. Tidak terdapat molekul atau zat pewarna pada bulu-bulu yang memperlihatkan warna struktural, dan warna-warna yang serupa dengan yang terdapat pada permukaan gelembung-gelembung air sabun dapat terbentuk. Warna rambut manusia berasal dari molekul warna atau pigmen, dan tak menjadi soal sejauh mana seseorang merawat rambutnya, hasilnya tidak akan pernah secemerlang dan seindah bulu merak.
Telah pula dinyatakan bahwa desain cerdas pada merak ini dapat dijadikan sumber ilham bagi rancangan industri. Andrew Parker, ilmuwan zoologi dan pakar pewarnaan di Universitas Oxford, yang menafsirkan penemuan Zi mengatakan bahwa penemuan apa yang disebut sebagai kristal-kristal fotonik pada bulu merak memungkinkan para ilmuwan meniru rancangan dan bentuk tersebut untuk digunakan dalam penerapan di dunia industri dan komersial. Kristal-kristal ini dapat digunakan untuk melewatkan cahaya pada perangkat telekomunikasi, atau untuk membuat chip komputer baru berukuran sangat kecil. (3)
Jelas bahwa merak memiliki pola dan corak luar biasa dan desain istimewa, dan berkat mekanisme yang sangat sederhana ini, mungkin tidak akan lama lagi, kita akan melihat barang dan perlengkapan yang memiliki lapisan sangat cemerlang pada permukaannya. Namun, bagaimanakah desain memesona, cerdas dan penuh ilham semacam ini pertama kali muncul? Mungkinkah merak tahu bahwa warna-warni pada bulunya terbentuk karena adanya kristal-kristal dan ruang-ruang antar-kristal pada bulunya? Mungkinkah merak itu sendiri yang menempatkan bulu-bulu pada tubuhnya dan kemudian memutuskan untuk menambahkan suatu mekanisme pewarnaan padanya?
Mungkinkah merak telah merancang mekanisme itu sedemikian rupa sehingga dapat menghasilkan desain yang sangat memukau tersebut? Sudah pasti tidak.
Sebagai contoh, jika kita melihat corak mengagumkan yang terbuat dari batu-batu berwarna ketika kita berjalan di sepanjang tepian sungai, dan jika kita melihat pula bahwa terdapat pola menyerupai mata yang tersusun menyerupai sebuah kipas, maka akan muncul dalam benak kita bahwa semua ini telah diletakkan secara sengaja, dan bukan muncul menjadi ada dengan sendirinya atau secara kebetulan. Sudah pasti bahwa pola-pola ini, yang mencerminkan sisi keindahan dan yang menyentuh cita rasa keindahan dalam diri manusia, telah dibuat oleh seorang seniman. Hal yang sama berlaku pula bagi bulu-bulu merak. Sebagaimana lukisan dan desain yang mengungkap keberadaan para seniman yang membuatnya, maka corak dan pola pada bulu merak mengungkap keberadaan Pencipta yang membuatnya. Tidak ada keraguan bahwa Allahlah yang merakit dan menyusun bentuk-bentuk mirip kristal tersebut pada bulu merak dan menghasilkan pola-pola yang sedemikian memukau bagi sang merak. Allah menyatakan Penciptaannya yang tanpa cacat dalam sebuah ayat Al Qur'an:
Dialah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Nama-Nama Yang Paling baik Bertasbih KepadaNya apa yang ada di langit dan di bumi. Dan Dialah Yang Mahaperkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Al Hasyr, 59:24)
1- Jian Zi et al, "Coloration strategies in peacock feathers", PNAS 2003;100 12576-12578; http://www.pnas.org/cgi/content/abstract/100/22/12576?etoc
2- John Pickrell , "Physics Plucks Secret of Peacock Feather Colors", 17 Ekim 2003, http://news.nationalgeographic.com/news/2003/10/1016_031017_peacockcolors.html
3- Ibid.
http://tr1.harunyahya.com/Detail/T/EDCRFV/productId/4490/FISIKA_DI_BALIK_KEINDAHAN_BULU_MERAK
Laba-laba yang Memanfaatkan Permukaan Air Layaknya Lantai Dansa
LABA-LABA YANG MEMANFAATKAN PERMUKAAN AIR LAYAKNYA LANTAI DANSA
Laba-laba pemancing (Dolomedes triton) termasuk makhluk hidup paling berbakat dalam hal melakukan pekerjaan yang tampak sesulit berjalan di atas air. Laba-laba ini benar-benar memperlihatkan keajaiban makhluk hidup dengan cara berjalan di atas air yang mereka terapkan. Bagi laba-laba itu, permukaan air layaknya lantai dansa.
Laba-laba pemancing mengintai di sepanjang tepian kolam atau sungai, dan saat seekor serangga jatuh ke permukaan air, mereka berlari menyeberanginya untuk menyergap mangsa mereka. Selain itu, laba-laba itu juga bisa mencelupkan kaki mereka ke bawah permukaan air dan menangkap berudu dan ikan kecil yang sedang berenang.
Hal pertama yang harus dilakukan hewan-hewan dengan gaya hidup seperti itu adalah kemampuan berpijak di atas permukaan air. Laba-laba pemancing memanfaatkan tegangan permukaan air. Molekul-molekul air memiliki gaya tarik-menarik yang lebih besar dibandingkan dengan molekul-molekul di udara. Daya tarik-menarik molekul ini menjadikan permukaan air menyerupai lapisan karet. Ketika laba-laba meletakkan kakinya di atas air, tekanan berbentuk lesung terbentuk di sekeliling kakinya, dan air mendorong balik ke atas untuk meratakan kembali permukaannya.
Tegangan permukaan bukanlah sebuah gaya berkekuatan besar: misalnya, jika Anda melempar sebuah batu ke dalam air, batu itu akan segera tenggelam. Akan tetapi, laba-laba berbobot ringan dan kaki-kakinya memiliki lapisan luar lilin yang kedap air. Selain itu, mereka memiliki kaki yang panjang dan ini memungkinkannya berdiri di atas permukaan air. Karena tegangan permukaan menolak benda-benda di atas air dari titik terjauhnya, kaki yang panjang berarti tegangan permukaan yang lebih besar. (Itulah mengapa sebatang jarum tidak tenggelam tatkala diletakkan secara mendatar pada permukaan air).
Walaupun tegangan permukaan memungkinkan laba-laba pemancing bertumpu di atas permukaan air, tapi tegangan permukaan tidak memungkinkannya bergerak ke tempat lain. Kaki berlapis lilin sang laba-laba tidak pula mencukupinya untuk berjalan di atas permukaan air. Akan tetapi air menyediakan permukaan yang cukup licin bagi laba-laba untuk bergerak di atasnya.
Laba-laba Pemancing Melintas Dengan Mendayung
Laba-laba pemancing menggunakan 3 cara gerak yang berbeda saat melintas di atas air. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Robert Suter dari Vassar College memperlihatkan bahwa laba-laba mendayung di atas air dengan menggunakan lesung yang dibuat kaki-kaki mereka di atas air. Ketika menggerakkan salah satu kakinya ke arah belakang laba-laba pemancing juga mendorong lesungnya ke belakang dengan kaki itu. Saat lesung ini bergerak, kaki laba-laba itu bertindak sebagai dayung dan memberikan tenaga yang mendorong air dan sang laba-laba ke depan. Selain itu, laba-laba itu menggunakan 2 kaki tengahnya dari 4 pasang kakinya untuk mendayung. Kaki depan dan kaki belakang dibiarkan tidak bergerak. Laba-laba menggunakan kaki-kaki ini untuk gerakan yang memungkinkan laba-laba itu berada di atas permukaan air.
Kecepatan laba-laba pemancing terbatas. Untuk meningkatkan kecepatan, seekor laba-laba membuat lesung-lesung yang lebih dalam atau mendorong lesung-lesung itu ke belakang dengan lebih cepat. Kedua cara ini memperbesar tekanan pada permukaan air, dan setelah batas tertentu tekanan ini melebihi tegangan permukaan dan lesung itu hancur.
Spesies Laba-laba Yang Melompat Dan Berlayar
Ada bentuk kedua dari cara-jalan yang dilakukan laba-laba. Apabila mereka harus berjalan dengan kecepatan melebihi 1 meter per detik, laba-laba harus beralih ke cara kedua ini. Mereka mengangkat kaki mereka hingga hampir tegak lurus, lalu menjatuhkannya dengan cara sedemikian rupa untuk menembus air. Ketika laba-laba mendorong kaki-kakinya ke bawah dan ke belakang, air melakukan reaksi berlawanan dan mendorong laba-laba itu ke atas dan ke depan. Gerakan ke atas mencegah laba-laba tenggelam, dan gerakan ke depan memungkinkannya bergerak maju. Gaya berjalan ini sangat menyerupai cara yang digunakan kadal basilisk ketika berlari di atas air.
Meskipun cara berjalan ini agak sulit bagi laba-laba pemancing, akan tetapi laba-laba itu melakukannya saat hendak menangkap mangsa, ketika harus bergerak cepat, atau untuk meloloskan diri dari musuh. Dalam keadaan yang jauh lebih mendesak, laba-laba itu beralih ke cara berjalan ketiga: berlayar…
Di saat ada angin berhembus laba-laba pemancing kadangkala melambaikan kaki-kakinya ke arah angin (laba-laba yang lebih kecil mengangkat seluruh tubuhnya), yang menyebabkan angin mendorongnya seperti kapal layar. Karena air di bawah tubuh laba-laba sangat licin, daya dorong terlemah mampu membawa laba-laba dari satu tempat ke tempat lainnya.
Penciptaan khusus dalam tubuh laba-laba pemancing dan aneka macam cara berjalan mereka hanyalah sedikit contoh yang memperlihatkan keahlian mencipta yang tak tertandingi serta pengetahuan mahatinggi dari Allah.
Referensi : http://tr1.harunyahya.com/Detail/T/EDCRFV/productId/4520/LABA-LABA_YANG_MEMANFAATKAN_PERMUKAAN_AIR_LAYAKNYA_LANTAI_DANSA
Laba-laba pemancing (Dolomedes triton) termasuk makhluk hidup paling berbakat dalam hal melakukan pekerjaan yang tampak sesulit berjalan di atas air. Laba-laba ini benar-benar memperlihatkan keajaiban makhluk hidup dengan cara berjalan di atas air yang mereka terapkan. Bagi laba-laba itu, permukaan air layaknya lantai dansa.
Laba-laba pemancing mengintai di sepanjang tepian kolam atau sungai, dan saat seekor serangga jatuh ke permukaan air, mereka berlari menyeberanginya untuk menyergap mangsa mereka. Selain itu, laba-laba itu juga bisa mencelupkan kaki mereka ke bawah permukaan air dan menangkap berudu dan ikan kecil yang sedang berenang.
Hal pertama yang harus dilakukan hewan-hewan dengan gaya hidup seperti itu adalah kemampuan berpijak di atas permukaan air. Laba-laba pemancing memanfaatkan tegangan permukaan air. Molekul-molekul air memiliki gaya tarik-menarik yang lebih besar dibandingkan dengan molekul-molekul di udara. Daya tarik-menarik molekul ini menjadikan permukaan air menyerupai lapisan karet. Ketika laba-laba meletakkan kakinya di atas air, tekanan berbentuk lesung terbentuk di sekeliling kakinya, dan air mendorong balik ke atas untuk meratakan kembali permukaannya.
Tegangan permukaan bukanlah sebuah gaya berkekuatan besar: misalnya, jika Anda melempar sebuah batu ke dalam air, batu itu akan segera tenggelam. Akan tetapi, laba-laba berbobot ringan dan kaki-kakinya memiliki lapisan luar lilin yang kedap air. Selain itu, mereka memiliki kaki yang panjang dan ini memungkinkannya berdiri di atas permukaan air. Karena tegangan permukaan menolak benda-benda di atas air dari titik terjauhnya, kaki yang panjang berarti tegangan permukaan yang lebih besar. (Itulah mengapa sebatang jarum tidak tenggelam tatkala diletakkan secara mendatar pada permukaan air).
Walaupun tegangan permukaan memungkinkan laba-laba pemancing bertumpu di atas permukaan air, tapi tegangan permukaan tidak memungkinkannya bergerak ke tempat lain. Kaki berlapis lilin sang laba-laba tidak pula mencukupinya untuk berjalan di atas permukaan air. Akan tetapi air menyediakan permukaan yang cukup licin bagi laba-laba untuk bergerak di atasnya.
Laba-laba Pemancing Melintas Dengan Mendayung
Laba-laba pemancing menggunakan 3 cara gerak yang berbeda saat melintas di atas air. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Robert Suter dari Vassar College memperlihatkan bahwa laba-laba mendayung di atas air dengan menggunakan lesung yang dibuat kaki-kaki mereka di atas air. Ketika menggerakkan salah satu kakinya ke arah belakang laba-laba pemancing juga mendorong lesungnya ke belakang dengan kaki itu. Saat lesung ini bergerak, kaki laba-laba itu bertindak sebagai dayung dan memberikan tenaga yang mendorong air dan sang laba-laba ke depan. Selain itu, laba-laba itu menggunakan 2 kaki tengahnya dari 4 pasang kakinya untuk mendayung. Kaki depan dan kaki belakang dibiarkan tidak bergerak. Laba-laba menggunakan kaki-kaki ini untuk gerakan yang memungkinkan laba-laba itu berada di atas permukaan air.
Kecepatan laba-laba pemancing terbatas. Untuk meningkatkan kecepatan, seekor laba-laba membuat lesung-lesung yang lebih dalam atau mendorong lesung-lesung itu ke belakang dengan lebih cepat. Kedua cara ini memperbesar tekanan pada permukaan air, dan setelah batas tertentu tekanan ini melebihi tegangan permukaan dan lesung itu hancur.
Spesies Laba-laba Yang Melompat Dan Berlayar
Ada bentuk kedua dari cara-jalan yang dilakukan laba-laba. Apabila mereka harus berjalan dengan kecepatan melebihi 1 meter per detik, laba-laba harus beralih ke cara kedua ini. Mereka mengangkat kaki mereka hingga hampir tegak lurus, lalu menjatuhkannya dengan cara sedemikian rupa untuk menembus air. Ketika laba-laba mendorong kaki-kakinya ke bawah dan ke belakang, air melakukan reaksi berlawanan dan mendorong laba-laba itu ke atas dan ke depan. Gerakan ke atas mencegah laba-laba tenggelam, dan gerakan ke depan memungkinkannya bergerak maju. Gaya berjalan ini sangat menyerupai cara yang digunakan kadal basilisk ketika berlari di atas air.
Meskipun cara berjalan ini agak sulit bagi laba-laba pemancing, akan tetapi laba-laba itu melakukannya saat hendak menangkap mangsa, ketika harus bergerak cepat, atau untuk meloloskan diri dari musuh. Dalam keadaan yang jauh lebih mendesak, laba-laba itu beralih ke cara berjalan ketiga: berlayar…
Di saat ada angin berhembus laba-laba pemancing kadangkala melambaikan kaki-kakinya ke arah angin (laba-laba yang lebih kecil mengangkat seluruh tubuhnya), yang menyebabkan angin mendorongnya seperti kapal layar. Karena air di bawah tubuh laba-laba sangat licin, daya dorong terlemah mampu membawa laba-laba dari satu tempat ke tempat lainnya.
Penciptaan khusus dalam tubuh laba-laba pemancing dan aneka macam cara berjalan mereka hanyalah sedikit contoh yang memperlihatkan keahlian mencipta yang tak tertandingi serta pengetahuan mahatinggi dari Allah.
Referensi : http://tr1.harunyahya.com/Detail/T/EDCRFV/productId/4520/LABA-LABA_YANG_MEMANFAATKAN_PERMUKAAN_AIR_LAYAKNYA_LANTAI_DANSA
Penggunaan Model Molekul
“Kebenaran” apa yang dapat ditunjukkan dengan model atom dan molekul? Pertanyaan ini hendaknya selalu dicamkan, bila digunakan model untuk membantu menjelaskan dan meramalkan perubahan kimia. Suatu model tak dapat sepenuhnya mewakili benda yang dimodeli, dan bahkan dapat menyesatkan jika kita membayangkan bahwa benda yang dimodeli itu harus bertabiat seperti yang diramalkan dengan model itu.
1. Model bola-dan-pasak atau model “Tinkertoy”. Model ini menyajikan pemaparan tiga dimensi yang baik. Banyaknya ikatan ke tiap atom ditunjukkan dengan benar dan sudut ikatan dapat tepat, jika model-model itu dibuat dengan seksama. Namun sayangnya model ini mendorong orang membayangkan bahwa suatu molekul terbuka semacam itu. Karena bola-bola itu sama besar, selisih ukuran molekul tidak dapat dinyatakan. Dalam model etilena, kedua ikatan dari ikatan rangkap itu nampak sama. Tentu saja pemaparan yang jelek, karena menurut teori ikatan sigma dan ikatan pi sangatlah berbeda satu sama lain.
2. Model skala. Satuan dasar model ini adalah bola kayu yang dibelah-belah. Bila belahan ini ditangkupkan, secara kasar menyatakan jari-jari van der Waals dan kovalen. Skala model yang sebenarnya adalah 1,00 cm= 1,00 Å. Model-model yang digabung-gabung cukup baik dalam menunjukkan sudut-sudut ikatan dan ukuran relatif atom-atom.
3. Model Dreiding. Model-model ini dibuat dari batang dan tabung logam yang digabung pada suatu titik yang menyatakan sebuah inti atom. Tiap satuan memaparkan sebuah molekul tunggal, misalnya CH4, NH3, H2O, C2H4 dan C2H2. Sebuah cincin benzene dibuat sebagai satu-satuan dan menunjukkan atom-atom karbon yang terikat satu sama lain dengan cara yang setara. Satuan-satuan dapat dikumpulkan untuk membangun model yang lebih rumit dengan menyelipkan batang satuan yang satu ke tabung satuan yang lain. Untuk tabung atau batang yang berpadanan dengan ikatan C-H atau O-H, ujung berwarna menyatakan inti hidrogen.
Model-model ini menyatakan juga sudut ikatan, dan mereka dengan cermat menunjukkan jarak antar inti relatif. Skala model adalah 1,00 cm= 1,40 Å. Bila dua satuan karbon tetrahedral dipautkan satu sama lain, seperti dalam etil alkohol, jarak C-C yang diukur sebesar 3,85 cm akan berpadanan dengan 1,54 Å. Model-model itu tidak menunjukkan ciri dasar dimensi-tiga dari atom, demikian pula ikatan ganda tidak diwakili. Model Dreiding seringkali merupakan favorit ahli kimia peneliti, karena model ini dengan tepat menunjukkan hubungan geometris molekul.
4. Model kerangka. Model-model ini dibangun dari dua komponen sederhana: (1) tanda valensi yang terbuat dari logam dan (2) pipa plastik , yang dapat dipotog ke skala induk 1,00 in, yang menyatakan 1,00 Å. Pada suatu tabung yang menyatakan suatu ikatan C-H, jari-jari kovalen karbon (hitam) mencuat dari lekatannya pada pusat tanda valensi ke titik dimana hitam bertemu dengan putih. Jari-jari kovalen hidrogen ini mencuat dari titik ini ke lingkaran hitam kecil. Jari-jari van der Waals dari hidrogen terulur dari lingkaran hitam kecil ini ke ujung pipa. Tabung-tabung serupa digunakan untuk menyatakan ikatan O-H. Pasangan-pasangan menyendiri elektron dinyatakan oleh bagian pendek pipa, seperti dua bagian pada oksigen dalam model etil alkohol. Perbedaan dalam ikatan ganda karbon-karbon ditunjukkan dengan jelas.
Keanekaragaman bangun molekul dapat dilukiskan dengan model-model ini. Suatu kekurangan ialah bahwa sifat dasar tiga dimensi dari atom-atom yang terikat tidaklah ditunjukkan.
Maka tipe mana dari model-model ini yang menyatakan struktur yang “sebenarnya” dari ketiga struktur itu? Tak satupun model dapat memeragakan semua ciri khas suatu obyek, untuk mana model itu dibuat. Fakta yang perlu dicatat adalah bahwa molekul-molekul kecil yang tak nampak, yang membangun semua materi. Linus Pauling, sementara berbaring karena sakit membuat model-model dengan mensketsa diagram pada lembaran kertas dan melipatnya sambil memikirkan struktur yang mungkin untuk molekul protein. Watson dan Crick menata model bola-dan-pasak dan potongan karton untuk cincin-cincin datar, ketika mereka menjabarkan struktur spiral rangkap untuk DNA. Dari penemuan yang memenangkan hadiah Nobel ke studi oleh pemula-pemula, model-model itu memainkan peranan kunci dalam memahami ilmi kimia.
Referensi :
Carles W. K.,Donald C.K., dan Jesse H.W.,1980,Ilmu Kimia Untuk Universitas, Jilid 1, Erlangga: Jakarta
1. Model bola-dan-pasak atau model “Tinkertoy”. Model ini menyajikan pemaparan tiga dimensi yang baik. Banyaknya ikatan ke tiap atom ditunjukkan dengan benar dan sudut ikatan dapat tepat, jika model-model itu dibuat dengan seksama. Namun sayangnya model ini mendorong orang membayangkan bahwa suatu molekul terbuka semacam itu. Karena bola-bola itu sama besar, selisih ukuran molekul tidak dapat dinyatakan. Dalam model etilena, kedua ikatan dari ikatan rangkap itu nampak sama. Tentu saja pemaparan yang jelek, karena menurut teori ikatan sigma dan ikatan pi sangatlah berbeda satu sama lain.
2. Model skala. Satuan dasar model ini adalah bola kayu yang dibelah-belah. Bila belahan ini ditangkupkan, secara kasar menyatakan jari-jari van der Waals dan kovalen. Skala model yang sebenarnya adalah 1,00 cm= 1,00 Å. Model-model yang digabung-gabung cukup baik dalam menunjukkan sudut-sudut ikatan dan ukuran relatif atom-atom.
3. Model Dreiding. Model-model ini dibuat dari batang dan tabung logam yang digabung pada suatu titik yang menyatakan sebuah inti atom. Tiap satuan memaparkan sebuah molekul tunggal, misalnya CH4, NH3, H2O, C2H4 dan C2H2. Sebuah cincin benzene dibuat sebagai satu-satuan dan menunjukkan atom-atom karbon yang terikat satu sama lain dengan cara yang setara. Satuan-satuan dapat dikumpulkan untuk membangun model yang lebih rumit dengan menyelipkan batang satuan yang satu ke tabung satuan yang lain. Untuk tabung atau batang yang berpadanan dengan ikatan C-H atau O-H, ujung berwarna menyatakan inti hidrogen.
Model-model ini menyatakan juga sudut ikatan, dan mereka dengan cermat menunjukkan jarak antar inti relatif. Skala model adalah 1,00 cm= 1,40 Å. Bila dua satuan karbon tetrahedral dipautkan satu sama lain, seperti dalam etil alkohol, jarak C-C yang diukur sebesar 3,85 cm akan berpadanan dengan 1,54 Å. Model-model itu tidak menunjukkan ciri dasar dimensi-tiga dari atom, demikian pula ikatan ganda tidak diwakili. Model Dreiding seringkali merupakan favorit ahli kimia peneliti, karena model ini dengan tepat menunjukkan hubungan geometris molekul.
4. Model kerangka. Model-model ini dibangun dari dua komponen sederhana: (1) tanda valensi yang terbuat dari logam dan (2) pipa plastik , yang dapat dipotog ke skala induk 1,00 in, yang menyatakan 1,00 Å. Pada suatu tabung yang menyatakan suatu ikatan C-H, jari-jari kovalen karbon (hitam) mencuat dari lekatannya pada pusat tanda valensi ke titik dimana hitam bertemu dengan putih. Jari-jari kovalen hidrogen ini mencuat dari titik ini ke lingkaran hitam kecil. Jari-jari van der Waals dari hidrogen terulur dari lingkaran hitam kecil ini ke ujung pipa. Tabung-tabung serupa digunakan untuk menyatakan ikatan O-H. Pasangan-pasangan menyendiri elektron dinyatakan oleh bagian pendek pipa, seperti dua bagian pada oksigen dalam model etil alkohol. Perbedaan dalam ikatan ganda karbon-karbon ditunjukkan dengan jelas.
Keanekaragaman bangun molekul dapat dilukiskan dengan model-model ini. Suatu kekurangan ialah bahwa sifat dasar tiga dimensi dari atom-atom yang terikat tidaklah ditunjukkan.
Maka tipe mana dari model-model ini yang menyatakan struktur yang “sebenarnya” dari ketiga struktur itu? Tak satupun model dapat memeragakan semua ciri khas suatu obyek, untuk mana model itu dibuat. Fakta yang perlu dicatat adalah bahwa molekul-molekul kecil yang tak nampak, yang membangun semua materi. Linus Pauling, sementara berbaring karena sakit membuat model-model dengan mensketsa diagram pada lembaran kertas dan melipatnya sambil memikirkan struktur yang mungkin untuk molekul protein. Watson dan Crick menata model bola-dan-pasak dan potongan karton untuk cincin-cincin datar, ketika mereka menjabarkan struktur spiral rangkap untuk DNA. Dari penemuan yang memenangkan hadiah Nobel ke studi oleh pemula-pemula, model-model itu memainkan peranan kunci dalam memahami ilmi kimia.
Referensi :
Carles W. K.,Donald C.K., dan Jesse H.W.,1980,Ilmu Kimia Untuk Universitas, Jilid 1, Erlangga: Jakarta
Find Out by Doing
Solubility of a Gas in a Liquid
1. Remove the cap from a bottle of soda.
2. Immediately fit the opening of a ballon over the top of the bottle. Shake the
bottle several times. Note any changes in the ballon.
3. Heat the bottle of soda very gently by placing it in a pan of hot water. Note any
further changes in the ballon.
What general statement about the solubility of a gas in a liquid can you now make?
Referensi: Maton Anthea, dkk. 1993. Chemistry of Matter. Prentice-Hall,Inc.: New Jersey
1. Remove the cap from a bottle of soda.
2. Immediately fit the opening of a ballon over the top of the bottle. Shake the
bottle several times. Note any changes in the ballon.
3. Heat the bottle of soda very gently by placing it in a pan of hot water. Note any
further changes in the ballon.
What general statement about the solubility of a gas in a liquid can you now make?
Referensi: Maton Anthea, dkk. 1993. Chemistry of Matter. Prentice-Hall,Inc.: New Jersey
Find Out by Doing
A Model of Energy Levels
1. Cut a thin piece of corkboard into a circle 50 cm in diameter to represent an
atom.
2. Insert a colored pushpin or tack into the center to represent the nucleus.
3. Draw 3 concentric circles around the nucleus to represent energy levels. The inner
circle should be 26 cm in diameter; the second circle, 30 cm in diameter; the
third circle, 40 cm in diameter.
4. Using pushpins or tack of another color to represent electron, construct the
following atom:hydrogen (H), lithium (Li), fluor (F), neon (Ne), sodium (Na),
argon Ar).
5. Are any of these elements in the same family?
Referensi: Maton Anthea, dkk. 1993. Chemistry of Matter. Prentice-Hall,Inc.: New Jersey
Komputer-Alat dari Ahli Teori Kimia
Karena sebuah komputer mampu menangani informasi dalam bentuk bilangan dengan kecepatan yang fantastis, komputer dapat memecahkan dengan cermat soal-soal yang dulunya hanya dapat dipecahkan dengan perkiraan dan pendekatan. Persamaan-persamaan yang memerikan perilaku teoritis elektron dalam atom adalah demikian kompleks sehingga para ahli teori terpaksa menyederhanakannya agar diperoleh suatu persamaan yang mendekati, yang dapat dipecahkan. Penggunaan komputer sangat mengurangi keharusan penyederhanaan dan meningkatkan kecermatan dengan mana pemerian teoritis dapat dihitung.
A.C. Wahl adalah salah seorang ahli teori kimia yang memanfaatkan perkembangan yang cepat dari komputer elektronik besar dan canggih yang menyertainya dalam penggunaan untuk memperoleh peta-peta kontur yang teliti, yang dihasilkan oleh komputer, dari rapatan muatan elektron yang diturunkan dari komputasi mekanika kuantum. Diagram-diagram kontur (dari) orbital dan rapatan muatan total telah dipetakan untuk sejumlah atom.
Suatu contoh sederhana dari satu diagram kontur dua-dimensi semacam itu adalah rapatan elektron yang mungkin dari atom hidrogen. Dalam diagram ini, garis kontur terdalam berpadanan dengan suatu rapatan elektron sebesar 0,25e- /bohr3, atau 1,69e- /Å3, dan tiap garis berurutan diluarnya berarti suatu pengecilan dengan faktor 2 yakni, 0,125; 0,0625; 0,0312e- /bohr3 dan seterusnya. Suatu contoh yang lebih kompleks, rapatan elektron atom fluor. Garis kontur terdalam berpadanan dengan suatu rapatan elektron sebesar 1,0e- /bohr3, dan tiap garis berurutan menandakan pengecilan dengan faktor 2.
Untuk atom dengan lebih dari satu elektron, peta rapatan elektron total diperoleh dengan menggabung peta-peta kontur rapatan elektron untuk tiap orbital atom yang terhuni. Untuk atom fluor, elektron dalam orbital 1s, 2s, 2px, 2py, 2pz haruslah digabung. Ukuran orbital 1s dalam atom fluor jauh lebih kecil daripada orbital 1s dalam atom hidrogen atau helium, karena muatan inti bertambah (Z=9). Mengecilnya orbital dengan bertambahnya nomor atom merupakan gejala umum untuk orbital atom yang dihuni elektron. Sungguh menarik fakta bahwa, penjumlahan ketiga orbital p berbentuk bulat, sama seperti orbital 1s. Bentuk keseluruhan sebuah atom fluor lengkap tidaklah menunjukkan ciri-ciri bentuk halter dari orbital 2p.
Komputer dapat memecahkan banyak masalah bangun atom bila data yang benar dimasukkan ke dalamnya. Dan ini nampaknya baru permulaan dari pengguanaannya yang pintar dan njlimet. Program-program komputer telah diperluas ke pemerian pembentukan molekul dari atom-atomnya dan bentuk orbital dari molekul dwiatom kovalen dan spesi-spesi lain.
Referensi : Carles W. K.,Donald C.K., dan Jesse H.W.,1980,Ilmu Kimia Untuk Universitas, Jilid 1, Erlangga: Jakarta
Discovery Activity
Chemical Mysteries
1. Dip a toothpick into a small dish of milk. Use the toothpick as a penny to write a
message on a sheet of white paper.
2. Let the milk dry. Observe what happens to your message as it dries.
3. Hold the paper close to a light bulb that is lit.
How does your message change before and after you palce it next to the light
bulb? What can you say about the relationship between the milk and the light bulb?
4. Fill one container about half full with very cold water and another container
about half full with hot water.
5. Place four or five drips of food coloring into each container at exactly the same
time.
Compare the rates at which the colors spread.
Refernsi : Anthea Maton, dkk. 1993. Chemistry of Matter. Prentice-Hall,Inc. New Jersey
Langganan:
Postingan (Atom)